Mati itu pasti, Namun memiliki hidup yang penuh manfaat itu pilihan.

Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu pilihan.

Ya….hidup itu pilihan.

Kitapun bisa memilih ingin hidup sukses ataupun gagal. Banyak orang lebih siap sukses namun tidak siap gagal. Padahal keduanya pasti akan datang silih berganti.

Dalam bisnispun demikian. Banyak hal yang bisa terjadi secara tiba-tiba seperti ditipu rekan kerja, keuntungan yang meleset dari proyeksi awal, tiba – tiba terjadinya pandemi covid-19 selama berbulan bulan sehingga mengakibatkan penurunan omset. Dan semua itu terjadi di luar kendali kita sebagai manusia.

Proses, sebuah kata yang mulai tersingkir dalam kamus banyak orang. Pengaruh kemajuan teknologi, media dan internet membuat banyak orang lebih senang memilih jalan instan ketimbang berproses. Media pun turut serta memberikan informasi yang salah tentang arti kesuksesan dengan menampilkan perilaku hidup hedonis dan suka bersenang senang tanpa usaha.

Hasilnya, anak-anak muda zaman sekarang menjadi generasi instan yang tidak sabar, tidak siap gagal dan maunya cepat sukses. Pola pikir pragmatis membuat banyak orang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan.

Sejak kecil, orangtua selalu menekankan pentingnya beprestasi di kelas. Sang anak tidak boleh gagal. Padahal, jika anak sudah di ajarkan untuk menerima kegagalan sejak kecil, maka dia akan tumbuh dewasa nanti, dia akan memahami bahwa gagal itu bukan akhir cerita, namun awal untuk memulai dengan lebih baik lagi.

Tentu setiap manusia menginginkan hidup yang bahagia dan sejahtera. Tidak ada yang mau gagal. Namun, perlu di pahami bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah campur tanganNya untuk menguatkan kita. Tidak ada peristiwa di dunia ini yang terjadi tanpa izin Nya, termasuk daun yang jatuh di muka bumi.

Ada seorang pemuda bernama Budi, yang ingin mendaftar menjadi AKABRI tapi setelah mengikuti beberapa tahapan seleksi, dia nyatakan gagal. Termasuk dia mencoba mengikuti test perguruan tinggi negeri dengan jurusan favorit yang di impikan dan juga gagal. Budi merasa Allah tidak adil terhadap hidupnya.

Karena kondisi ekonomi orang tua akhirnya dia tidak bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi swasta dan hanya mengambil kursus komputer. Singkat cerita dia berkesempatan magang kerja di Salah Satu perusahaan Nasional & akhirnya diberi kesempatan bergabung. Seiring perjalanan waktu perusahaan tersebut memberikan banyak kesempatan bagi dirinya untuk tumbuh dan berkembang. Budi sering mengikuti training & development, sering ke luar negri, hingga diberi kesempatan untuk cross function pindah ke divisi Marketing. Dan karirnya pun terus berkembang. Disinilah Budi bersyukur dan menyesal pernah berprasangka buruk kepada Allah. Padahal, DIA telah menyiapkan skenario yang sangat indah bagi hidupnya.

Saat dulu belajar naik sepeda, sudah tak terhitung berapa kali kita jatuh. Namun kita tidak pernah menyerah. Jatuh lagi, bangun lagi. Terjatuh lagi, mencoba untuk bangun lagi. Begitu seterusnya sampai pada satu titik kita sudah mahir bersepeda, bahkan bisa hanya dengan satu tangan.

Kalau sejak kecil kita sudah berani menghadapi kegagalan, mengapa saat besar menjadi penakut ?

Jika hidup hanya dipenuhi cerita sukses, pastinya akan terasa hambar dan sangat membosankan.

Belum lagi kita bisa bakal menjadi manusia paling sombong di muka bumi hal ini karena merasa diri paling hebat dan tidak terkalahkan.

Salam Synergypreneur